Kamis, 27 Mei 2010

Belati Perak Xia

Rose mengambil belati perak di atas mejanya. mendekatkan ujungnya yg mengkilat ke pergelangan tangannya - menyayatnya perlahan. Rose tersenyum, "aku.. bebas..."

(di atas meja, ada sepucuk surat "roselna, terimakasih telah membunuhku! aku menantimu di surga..")



~



"BODOH..!" Xia mengobrak - abrik semua yg ada di atas meja. mengambil belati perak yang memang sengaja ia taruh disana. sekali lagi melihat ke tubuh Rose yg tak bergerak. sesuatu terlintas di benaknya- Xia keluar dan membanting pintu. meninggalkan saudarinya tidur dalam keabadian yang sempurna- senyum kehampaan menghiasi wajahnya. Rose sekarang bebas..



2 bulan kemudian~



Ruangan putih berbalut emas pastinya membuat kehangatan bagi siapapun yang berada di ruangan itu, namun, seperti hanya hiasan yang tak bergerak- kehangatan itu tidak bisa memasuki hati seorang yang tengah duduk membaca koran. Matanya memang tertuju ke koran, tapi pikirannya sedang berkelebat..



"Tuan..?"

Seorang pria gagah berusia sekitar 30 tahunan menyapanya penuh hormat. Yang disapanya mengalihkan pandangan dari koran,

"Duduk, Tuan Joe!"

Tuan Joe duduk di depannya.

"Ada kabar baru?"

Tuan Joe terdiam seakan memilih setiap kata yang akan keluar. Sang Tuan Rumah menyeruput kopi paginya sambil menunggu.

"Er, Yaa.. Kami telah mengetahui arti semua kejadian yang ada disini. Dan juga pelakunya.."

Tuan Rumah menatap mata tamunya itu,

"Siapa?"

"Hm, Putri Anda, Tuan. Miss. Xia.."

"Oh," Tuan Rumah terdengar biasa saja.

"Tuan, Kenapa Tuan biasa saja? Miss Xia sudah berbahaya sekarang-" Katanya sambil melirik Tuan Rumah.

"Joe, Saya sudah tahu apa yang diperbuat Xianta. Meskipun ia yang membunuh ibu dan kakaknya sendiri, hanya ialah keluarga yang Saya punya.. Dia masih anak Saya,"

Joe terdiam, "Maafkan Saya Tuan, Saya tahu.. Tetapi, Dia bisa saja mencelakakan Tuan juga. Saya rasa Miss. Xia perlu dipindahkan- diobati..."

"Jika Xia ingin membunuh Saya, Saya siap.. Dan Joe, bukankah kau tahu? Bahwa Xia tidak dapat diobati? Saya menghargai Anda yang membantu Saya menyelidiki ini semua. Terimakasih! Dan Saya rasa, bantuan Anda sampai disini saja. " Tuan Rumah menyeruput kopinya kembali.

"Maafkan Saya Tuan!"

Joe berbungkuk memberi hormat dan keluar.

Sang Tuan Rumah juga berdiri, bergerak menyusuri sebuah lorong kecil yang ujungnya terdapat pintu kayu mungil namun klasik.

Xianta Hua sedang memahat sebuah nama 'MAMA' di dinding menggunakan belati peraknya-

Tuan Rumah berdiri di depan pintu, menatap sedih anaknya.. Air matanya mengalir.

"Mama.. Mama.."

Xia berdesis sambil terus memahat,

Tuan Rumah mendekati anaknya, memeluknya penuh kasih sayang....

"Kau masih anakku,"





** Rose, Kakak Xia. Meninggal dengan tenang- Dia tidak pernah membunuh siapapun. Surat itu adalah kiriman dari Xia.. Xia meneror kakaknya dengan surat - surat sejenis. Hingga akhirnya Rose bunuh diri. Dia bebas dari adiknya..



** Nyonya Hua, ibu Xia. Setahun yang lalu meninggal dengan tenang. Xia yang membunuhnya. Ketika itu Xia sedang mengamuk di dapur karena tidak boleh keluar. Dia memegang belati perak di tangannya. Ibunya berusaha mengambil belati itu, namun, Belati itu menancap tepat ke jantung Ibu Hua. Xia hanya tersenyum-



(Xianta Hua, menderita penyakit yang dirahasiakan oleh keluarga Hua.. Sejak kecil, ia senang melihat darah... Sejak ulangtahunnya yang ke 4 ia diberi hadiah belati perak oleh yang tidak dikenal)



----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Thanks To::

.Tuhan Yang Maha Esa (Tanpa-Nya, crita ini tak akan bermakna)

.Kak Vitrie Q. Aerru Gfamz (dapet inspirasi dari catatannya :D)

♥ Cinta Yang Pergi ♥

"ARGH!"

Gita terjaga dari tidurnya, dia duduk sekarang, keringat mengucur di pipinya yang merona, wajahnya ketakutan.

"Rico," Gita menggumam. Dipejamkan matanya, kejadian itu serasa baru terjadi kemarin.....



~~~



"Gitarini!" Rico menepuk pundak dan langsung duduk disebelah Gita. Wajah Gita memerah,

"Sshht! Jangan sebut nama panjangku! Memalukan!" Kata Gita sambil menengok kanan kiri jika ada yg mendengar. Tapi sekolah sudah siang, semua murid sudah pulang.

"Nama yang indah," ujar Rico sambil tersenyum. "Itu pemberian orangtuamu, Git!"

"Apakah kau masih menganggap orang yang telah mencampakkan dirimu dan ibumu masih kau sebut orangtua?" Gita melotot,

"Setidaknya, dia orangtuamu. Bagaimanapun dia sekarang,"

"Diam!"

Rico memandang Gita dan Gita membuang muka darinya.

"Ayo!" Seru Rico sambil menarik tangan Gita.

"Kemana?"

"Ya pulang dunk! Ini sudah siang, kita belum makan.."

"Oh,"

"Hm, terimakasih juga telah menungguku," Rico tersenyum lagi..

"Ha? Siapa yang nungguin kamu?" Tanya Gita gelagapan, senyum Rico menghilang tapi tangannya masih menggenggam tangan Gita..

"Oh kukira.."

"Jangan bodoh! Hahhaha, kita kan sahabat," Gita menangis di dalam hati, Gita berbohong akan perasaannya.

"Kau benar, Git!" Ucap Rico santai.



Kami berjalan melewati taman yang indah, Gita dan Rico melihat tukang es krim,

"Kau mau?" Rico bertanya ke Gita.

Gita tersenyum, Rico benar - benar perhatian, ucap Gita dalam hati.

"Ayoo!"

Gita dan Rico menyeberang jalan menuju ke tukang es krim itu.

"Mau rasa apa, Mas? Mbak?" tanya si penjual.

Gita hendak berbicara, namun Rico menyelanya, "Coklat dua,"

AH! Rico tau apa rasa kesukaan Gita, Gita tersenyum lagi, dia tak salah punya sahabat seperti Rico, atau, apa Rico memang hanya jadi sahabatnya? Ini harus dihentikan! seru Gita dalam hati.

Gita merogoh-rogoh kantung rok SMA-nya, Gita kehilangan surat yang hendak diberikannya ke pada Rico. Matanya bergerak mencari kertas itu- siapa tau jatuh di jalan! Ternyata benar! Surat kecil itu terjatuh tepat di tengah jalan raya. Gita melihat kanan-kiri dan memutuskan jalanan cukup sepi dan ia bergerak mengambil surat itu. Rico tidak memperhatikan Gita yang berjalan ke tengah jalan--



TEEEEEEEET!!

Ketika Gita membungkuk mengambil surat itu, Truk besar sedang berjalan ke arahnya. Gita terpaku di tengah jalan, hidupnya akan berakhir!

"Gitaaaa!"

Rico memanggil, tapi Gita tidak menoleh sedikitpun dari truk yang akan menghancurkan tubuhnya itu!

Detik demi detik berlalu, hingga akhirnya Gita merasa sesuatu menghantam tubuhnya, Gita terpental ke sisi jalan. Aneh, rasa sakit itu kurang jika memang Gita ditabrak oleh truk sebesar tadi. Gita mampu bangun dan membuka mata,

Ada yang berteriak!

Gita memegang kepalanya yang berdarah akibat benturan, tapi benturan itu tidaklah parah! Gita memfokuskan diri ke kerumunan oarng yang lebih banyak, mereka mengerubungi sesuatu..

"Nggak papa, Mbak?" tanya seorang Gadis ke Gita. Gita menggeleng. Gadis itu membantu Gita berdiri dan menuntun Gita ke tempat kerumunan lain,

Petir bagai menyambar hati Gita, Dia melihat Rico sedang sekarat! Seluruh wajah dan badannya dipenuhi darah, dan, dua es krim yang tadi dibelinya kini berceceran di aspal.

"Ricoooooooo!!" teriak Gita sambil memeluk wajah Rico, airmatanya jatuh ke pipi Rico.

"Gita?" suara keluar dari bibir merah Rico,

"Rico, kau harus bertahan! Kau harus bertahan!" Gita gelisah, "Panggilkan ambulans!" perintah Gita ke orang-orang yg mengelilinginya.

Tangan Rico memegang wajah Gita, "Kau terluka, maafkan aku!"

"Bodoh! Kau lebih parah!" Gita menangis sesenggukan.

"Tapi aku sudah berjanji tak akan membiarkanmu terluka, maaf! Aku tak menepati janjiku"

Gita tak bisa berbicara, ia hanya diam tapi airmatanya tak mau diam.

"Git, aku sayang kamu! Maaf atas segalanya! Maaf aku membuatmu terluka, maaf aku membuatmu menangis, dan maaf, aku tak bisa menemanimu lagi.." ucap Rico lirih.

Mata Rico menutup dan menghembuskan nafas terakhirnya--

"RICO!!!!" Gita berteriak sekuat tenaga, tapi Rico tak kembali- dia pergi! Tangan-tangan orang menepuk pundaknya,

"Sabar, Mbak!"



~~~



Gita menangis, kejadian itu sudah 2 bulan yang lalu, tapi Gita masih sedih juga. Dia kehilangan sahabatnya- Cintanya!



TING TING TING TING!



alarm di hape Gita berbunyi, Gita segera mengambil hape di samping tempat tidurnya.

Tangis Gita semakin menjadi - jadi, sekarang jam 12 malam tanggal 5 Februari--

"Selamat ulang tahun, Rico!" Gita tersenyum dan meletakkan hapenya jauh dari pandangannya.

Sementara itu, Hape itu masih berkedap-kedip menunjukkan foto Gita dan Rico tengah berangkulan diikuti tulisan 'Happy Birthday, My Rico'...........





----------------------------------------------------------------------------------------------

selamat membaca :')

nb : kisah ini hanya semata-mata hiburan dan terlintas di benak saya, saya menyalurkannya kepada kalian, maaf jika terjadi kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, ini hanya kebetulan semata,

JAGALAH CINTA KALIAN :D



with love,

eganda xiao hua

Dilemaku Saga :)

Episode 1 -::- Dilemaku - Dilema Hermione

"Err, GINNY!"

Aku dan Ginny berbalik, aku melihat Cedric tersenyum.

"Ah, Aku duluan Ginny" pamitku.

Ginny mengangguk. Aku tersenyum singkat kepada Cedric sebelum meninggalkan mereka berdua.

Entah apa yang terjadi dengan mereka. Diam - diam sering bertemu di belakang Harry. Sayangnya aku belum berani berkata apapun kepada Harry. Maafkan aku sahabatku!



"Hermione!"

Seseorang membuyarkan lamunanku. Suara yang sudah aku kenal lebih dari semenjak aku bersekolah disini. 2 sahabatku berlari ke arahku.

"Hei Harry! mmm.. hei Ron!" aku menambahkan sapaan terakhirku dengan ragu.

wajah Ron memerah untuk alasan yang tidak ku ketahui.

"Mana Ginny??"

"Ya, mana adikku? Bukankah kau tadi bersamanya Hermione?"

Ah! satu hal yang aku takutkan, aku tidak pandai berbohong.

"Er, Ginny? Tadi dia minta ijin duluan ke perpus. Ada tugas katanya-"

"Kenapa kau tidak ikut dengannya? Aku tahu kau ahli dalam mengerjakan tugas,"

Mukaku memerah, melotot ke Harry.

"Membantu mengerjakan tugas maksudku," Harry merasa bersalah.

"Aku lelah" kataku angkuh dan bergegas meninggalkan Harry dan Ron yang mematung. setidaknya mereka tidak curiga.



"MERPEOPLE," kataku kepada Lukisan Nyonya Gemuk yang sedang melatih suaranya seperti biasa.

Lukisan mengayun ke belakang, aku berjalan menyusuri pintu tersembunyi di belakang lukisan itu. Ah~ aku menghempaskan tubuhku ke tempat duduk panjang di depan perapian.

"ARGH! BODOHNYA DIA BICARA HAL ITU!"

aku mendengar Harry berteriak.

"Kami tadi bertemu Draco diluar dan dia berkata sedang melihat Ginny bersama Cedric," Ron menjawab pertanyaan yang belum sempat keluar dari mulutku. Tetapi jawaban itu cukup membuatku terpaku, apa saja yg dikatakan Draco?

"Duduklah sobat! Jangan perdulikan Malfoy! Dia tidak tahu apa yang dia katakan," Ucap Ron sambil menyuruh Harry duduk di sebelahku.

"Tapi..." Harry tidak meneruskan ucapannya, pikiran dan batinnya tengah bertarung.

"Kau tidak percaya adikku?" Pertanyaan Ron lebih tinggi satu oktaf. Hal ini membuatku tercengang.

"Bukan, tapi..."

"Ada apa Harry? Katakan saja!" bujukku sebelum Ron menunjukkan rasa 'sayang'nya kepada Ginny.

"Kalian tahu? Bukan cuma Malfoy yang bicara seperti itu," Harry memulai.

"APAA?" aku dan Ron berteriak bersamaan. Untunglah asrama sedang sepi, semua murid sedang makan siang di Great Hall.

"Er, tiga hari yang lalu, seorang gadis ravenclaw mengajakku bicara. Dia sahabat dari Cho. Dia bilang Cho menangis semalaman gara-gara melihat Ginny dengan Cedric. Dan dia memintaku untuk lebih memperhatikan Ginny..." Harry berhenti, "Tetapi aku tidak percaya kepadanya, dan aku memakinya!"

"Oh Harry!" Aku merangkul Harry sementara Ron terdiam.

"Ada apa Ron?"

"Adikku tidak seperti itu!!"

"Oh, kami tahu Ron!"

"Lalu kenapa kaliani seolah tidak mempercayainya??"

"Tenang Ron! Aku hanya menceritakan apa yang membuat pikiranku penuh akhir-akhir ini!" Harry bicara, tapi kata-katanya seolah menyulut emosi Ron. Muka Ron merah saking marahnya.

"OH, jadi kau memikirkan adikku juga? Setauku kau hanya memikirkan dirimu sendiri yang telah termakan oleh julukan THE BOY WHO LIVE!!"

"Tentu aku memikirkan Ginny, Ron! Dialah yang ku sayang! Sudahlah Ron, aku sedang tidak ingin berdebat denganmu!"

Harry berjalan ke kamarnya sementara Ron duduk di tempat yang tadi di duduki Harry. Aku merasa lelah, Aku bergerak ke pintu.

"Mau kemana kau?"

"Mencari udara segar, Ronald!"



Dan aku keluar. Tempat yang kupikirkan- Pondok Hagrid.

Aku berjalan,



"Lihat siapa yang kesini! Granger Si Darah Lumpur!"

"Tutup mulutmu, Malfoy!"

Draco berjalan ke arahku, aneh, dia sendirian. Tidak seperti biasanya yang selalu ditemani oleh kedua dayang - dayangnya.

Tangan Draco memegang wajahku. Aku menampiknya dengan keras.

"Oh, ada masalah, Granger? Kurasa wajahmu tampak lebih jelek dari biasanya!"

"Bukan urusanmu, Malfoy! Minggir!"

Draco menghalangi jalanku, "Kurasa bukan masalah antara Harry dengan Ginny?" Godanya dengan tatapan mata yang luar biasa memuakkan.

"Apa yang kau ketahui Darah-Murni-Malfoy??"

"Apa yang ku ketahui, Granger? Semuanya! Tadi aku melihatmu meninggalkan Gadis Weasley itu dengan Bintang Hufflepuff, dan aku mengatakannya kepada Harry. Sayang, dia terlalu bodoh untuk mengerti arti kata-kataku."

Aku terdiam. Tangan Malfoy memegang wajahku lagi,

"Dan aku tahu kau sedang merahasiakan ini semua demi persahabatan kalian! Benar?"

Malfoy melepaskan tangannya.

"Aku punya penawaran menarik denganmu, Granger.."

Aku menatapnya tersenyum, sesuatu yang sedang dipikirkannya pastilah buruk.

"Aku bisa menjaga rahasia ini, Granger! Tapi tentu tidak akan gratis," Dia berhenti, kemudian tersenyum lebih licik, "Jadilah pacarku, Granger!!"



Episode 2 -::- Dilemaku - Musuh dan Pangeran Hermione

Aku tersentak mendengar setiap kata yang diucapkan Draco. Benarkah? Tidak mungkin! Aku terdiam, semilir angin mengoyangkan rambutku- Hatiku....

"Kenapa diam, Granger? Kaget? Hahahaha," Draco tertawa seperti tak ada beban sedikitpun setelah mengatakan hal itu.

"Apa maumu sebenarnya, Malfoy?" Tanyaku berusaha bersikap biasa.

"Apa kau bodoh, Granger? Apa kau tuli? Aku sudah mengatakan apa mauku! Jadilah pacarku!"

Aku menampar Malfoy--

"Memangnya kau anggap aku ini apa? Jangan samakan aku dengan semua gadis yang pernah kau kencani, Malfoy!"

Aku menggertak, semua tubuhku benar - benar gemetaran. Aku takut membayangkan apa yang akan terjadi setelah ini. Aku menampar Draco- Pewaris Tunggal Keluarga Malfoy!

Namun, tak terjadi apapun. Aku memberanikan diri menatapnya.

Dia sedang memegang pipinya yang memerah- menatapku heran dan ada sorot mata yang tak bisa kuartikan.

"HERMIONE!"

Aku melihat ke arah suara. Ginny dan---- Cedric!

"Sedang apa kau disini?" Ginny mengerling ke Draco, "Bersama dia pula!"

Draco pergi tanpa bicara. Ingin Aku mengejarnya, masalahku belum selesai dengannya. Tapi ada Ginny dan Cedric disini- melihat sesuatu yang membuat mereka penasaran.

"Ayo pergi," ajak Cedric.

Ginny dan aku mengangguk.

"Kau belum menjawab pertanyaanku tadi, Mione, dan... aku melihat Draco memegang pipinya yang memerah, dia kenapa? Apa kau menamparnya?" tanya Ginny lagi. Meskipun Cedric sedang tidak memperhatikan kami, aku merasa ia akan menangkap semua jawabanku.

Aku membuka mulut akan menjelaskan, tapi seseorang berlari ke arah kami. Aku kenal dia- Marietta Edgecombie.

"Ced, Cho-- dia belum makan sejak tadi pagi. Aku rasa ada yang terjadi dengannya," Ucap Marietta terengah - engah.

"Apa? Dia dimana sekarang?"

"Di halaman belakang, temui dia, Ced!"

"Iya, Ginny, Hermione, aku pergi dulu," Cedric pergi- dia benar - benar cemas.

Marietta memandang sinis ke arahku dan Ginny lalu pergi menyusul Cedric.

Aku melirik Ginny..

"Kenapa kau memandangku seperti itu, Hermione?"

"Kau tidak--"

"Tidak apa?"

"Kau tidak cemburu?" Aku bertanya pelan dan hati-hati.

"Cemburu? Kenapa? Oh, Kau tidak mengira aku selingkuh dengan Ced kan?"

Aku nyengir, Ginny tau artinya.

"Jangan ngawur, Hermione! Aku dan dia hanya berteman! Dia selalu meminta saranku bagaimana cara meluluhkan hati Cho yang sekarang berbeda," Ginny menjelaskan.

Aku segera memeluk Ginny, "Maafkan aku yang berprasangka buruk.."

"Tak apa. Percayalah padaku, aku sayang Harry!"

Aku mengangguk dan kami berjalan ke ruang rekreasi tanpa bicara.

"Hermione, Ginny, Darimana saja kalian?"

"Hari yang indah untuk jalan - jalan kakakku" Ginny menjawab pertanyaan dari kakaknya itu lalu duduk di pinggir jendela.

Aku duduk di sebelah Ron.

"Ada apa denganmu, Hermione?"

Ginny memperhatikan kami.

"Aku..."

"Ginny!"

Lagi - lagi jawabanku disela- Harry memeluk Ginny.

"Sepertinya kita harus keluar, Ron" kataku sambil nyengir.

"Tapi kau seperti tidak sehat"

"Aku tak apa" Aku berbicara sambil menarik tangan Ron.

Aku dan Ron melewati lukisan Nyonya Gemuk,

"Kita mau kemana?"

"Entahlah, Ron"

Ron memandangku, "Kau belum makan!"

"Aku tidak lapar"

"Tapi aku mau makan"

"Oh, kau makan sendirian saja, Ron. Aku ingin ke perpustakaan,"

"Ada yang aneh denganmu, Hermione,"

"Aku rasa juga begitu, aku ingin sendirian dulu,," Aku tersenyum, "Sampai ketemu nanti, Ron!"



~()~

Aku duduk di tempat favoritku di Perpustakaan. Aku telah mengambil buku Ramuan Masa Kini sebagai bacaan ringanku kali ini. Aku membaca--

Satu jam berlalu dan aku sudah melahap semua isi buku tersebut. Aku mengedarkan pandanganku. Hatiku mencelos!

Draco Malfoy? Sedang apa ia disini? Dia sedang melamun, menatap hampa buku di depannya.

kurasa ia berpikiran sama denganku, Perpustakaan memang tempat bagus untuk sendirian.

Draco menyadari jika ia sedang diperhatikan, Aku buru-buru menaruh perhatianku lagi ke buku.

Draco pergi- Aku segera mengembalikan buku bacaanku ke tempat semula. Aku berlari mengejar Draco..

"Malfoy! Tunggu!"

Draco masih terus berjalan,

"Draco Malfoy! Tunggu!" Akhirnya aku berhasil mengejarnya, kini ia hanya terdiam di tempat.

"Ada apa, Granger?"

"Aku minta maaf atas kelakuanku tadi, aku menyesal," Aku tidak berani menatap matanya.

"Apakah kau senang sekarang, Granger?"

Sekarang aku menatapnya, menelusuri makna dari pertanyaannya melalui mata peraknya.

"Ginny dan Cedric tidak ada apa-apa, dan sekarang kau tidak perlu menyembunyikan apapun dari Harry" Draco berhenti, "Kau juga tidak perlu berpacaran denganku!"

Draco pergi meninggalkanku. Aneh! Aku tidak mau dia pergi!

Draco berbalik, dia tersenyum, "Akulah yang harusnya minta maaf, Hermione.."

Dia berjalan lagi,

Hatiku melebur. Itu pertama kalinya dia memanggilku 'Hermione' dan aku kembali hanyut dalam airmataku.. Aku menangis-- untuk MUSUHKU! untuk PANGERAN HATIKU!



Episode 3 -::- Dilemaku - Pangeran Slytherin

Saat itu suasana hangat menyelimuti kelas ramuan, kelas favoritku. Professor Snape sedang berjalan berkeliling mengecek hasil karya murid-muridnya,

"Cukup untuk membuat orang pingsan, Mr. Longbottom!" kata Prof. Snape ketika melihat asap merah keluar dari kuali Neville. Wajah Neville pun ikut memerah sama seperti asap ramuannya. Sementara anak-anak Slytherin tertawa terbahak-bahak,

Prof. Snape berjalan ke kuali Draco, "Aku tau kau punya bakat di ramuan, Mr. Malfoy.." Draco tersenyum, Crabbe dan Goyle menepuk pundaknya.

"Dia menyombong seperti biasa," Ron berbisik ke Harry. Harry mengangguk menyetujui.

Aku mencoba tidak memperhatikan kejadian itu. Prof. Snape melewati kualiku dengan seringai di wajahnya. Itu berarti pujian bagiku walau tak seindah pujiannya ke Draco. Aku melihat ke arah Draco, ia sedang bercanda gurau dengan Pansy Parkinson- Aku memalingkan wajah.

"Ramuan Hidung-Mampet-- Lumayan untuk hari ini! Kalian harus terus berlatih," kata Prof. Snape dan matanya tertuju ke Neville.

"Silahkan keluar," perintah Prof. Snape ke murid Gryffindor dan Slytherin. Mereka bergerak ke pintu sambil berbisik-bisik. "Kecuali Mr. Malfoy dan Mrs. Granger," Prof Snape menambahkan.

Aku diam di tempat, apa yang akan terjadi?

Draco bergerak di sisiku tapi dia seolah menganggapku tidak ada. Dan akupun mencoba begitu juga. Aku ingin lupakan semuanya, menyakitkan jika mengingat hal itu.

"Kalian, bantu Aku membereskan ini semua!" kata Prof. Snape pelan, "Aku ada urusan.."

Aku mengangguk, tapi Draco nampak tidak setuju, "Tapi, Professor!"

"Ada apa Draco? Kau tidak ingin membantuku?" Prof. Snape melotot

"Tidak, bukan begitu,"

"Lalu? Kenapa?"

Draco tidak menjawab, tapi aku tau jawabannya, dia tak ingin bersama denganku! Hal itu membuat hatiku sakit, sebegitu besarnya dia membenciku?

"Tak menjawab, eh? Itu berarti kau setuju!" Prof. Snape pergi.

Aku segera membersihkan sisa-sisa pelajaran ramuan tadi dengan segera, aku tak ingin berlama-lama dengan Draco disini.

Aku rasakan tatapan Draco mengikuti setiap gerakanku, tapi dia hanya diam saja,

"Apa yang kau tunggu, Malfoy? Kau tunggu aku menyuruhmu?"

"Aku tak suka disuruh oleh penyihir rendah macam dirimu, Granger!" Draco marah namun ia mulai membersihkan kuali-kuali itu.

"Kalau yang kau maksud rendah adalah soal darah, Malfoy, aku tak setuju! Darah tidak menentukan segalanya!"

"Ah, tentu saja semua itu berpengaruh, Granger! Kau lihat mereka menganggapku apa? Pangeran dari Slytherin!" nada Draco terdengar memuakkan- dia kembali menjadi dirinya lagi, sebelum kejadian itu!

"Dan kau, Pangeran Slytherin? Apakah kau tau mereka menganggapku apa? Singa Kebanggaan! Aku dipanggil begitu bukan karena darah! Karena diriku sendiri!"

"Diam, Darah-Lumpur!"

Aku kaget, Draco mengeluarkan kata-kata itu! Darah mendidih di kepalaku, Aku mengambil belati perak di atas meja di sampingku.

"Apa yang akan kau lakukan, Granger?" Draco terdengar panik namun sikapnya tenang.

"Akan kubuktikan darahku sama murninya dengan darahmu!"

Aku menempelkan ujung belati yang berkilat itu di pergelangan tanganku,

"Apa kau bodoh, Granger?"

Aku menatap mata peraknya,

"Jika kau mati, semua orang akan mengira kau mati bunuh diri karena stres cintamu tidak terbalas olehku! Hahaha," Draco tambah menyebalkan.

"Najis! Siapa juga yang mencintaimu?" Aku melempar belati itu jauh-jauh.

"Kau yakin?" Draco mendekat dan memegang wajahku sama seperti dulu..

"I, i, iya!" Aku melepaskan wajahku dari tangannya, "Tugasku telah selesai, Malfoy! Sisanya tugasmu!" dan aku pergi meninggalkan Draco yang mematung.

Aku berjalan ke asrama Gryffindor ketika seseorang memanggilku,

"Hermione,"

"Oh, hai Cormac!"

"Kau mau kemana?"

"Er, ke asrama.."

"Ngapain?"

"Haruskah aku menjawabnya, Cormac?"

"Er, tidak juga sih, aku cuma..."

"Cuma?"

"Aku cuma ingin mengajakmu jalan-jalan ke Hogsmeade minggu besok.."

"Ah, aku tidak akan ke Hogsmeade, Maaf,"

"Tak apa, Hermione, Jika kau berubah pikiran, aku ada.."

"Thanks, Cormac,"

Aku berjalan kembali ke asrama.

"Hai, Mrs. Granger, lelah eh?"

"Kurasa begitu, Fat Lady.."

"Kau kurang sehat akhir-akhir ini, kau kebanyakan belajar!"

Aku melotot, "Kurasa bukan itu penyebabnya, CAPUT DRACONIS!"

Lukisan Nyonya Gemuk berayun ke belakang dan aku segera masuk ke pintu yang ada di baliknya.

Aku melihat Fred dan George duduk dikelilingi penghuni Gryffindor yang lain.

"Ada apa?" Aku penasaran.

"Hei, Hermione, aku tak sadar kau ada disini!" kata Neville dan aku balas tersenyum lalu aku duduk di sebelah Ginny.

"Fred dan George baru akan cerita kabar terkini yang mereka dapat" jawab Seamus

"Hohoho, tenang-tenang!" kata Fred selayaknya pemimpin pertandingan.

"Kalian harus sabar!" George menambahkan, mereka langsung saling berpandangan dan nyengir identik.

Aku tak akan mengenali mereka jika mereka tidak memakai sweater berinisial nama mereka.

"Ayo, cepat!" Ginny nampak tidak sabaran.

"Sabar, cewek Weasley.." Fred menengok ke George, "Mulai sekarang, kembaranku?"

"Ya, mereka sudah tidak sabaran! Hahahaha.."

"Aku yang mulai!" kata Fred

"Tidak, aku yang mulai!" sambut George

"Aku!"

"Aku!"

"Yang paling tua yang mulai!"

"Tapi siapa yang paling tua diantara kita?"

Aku tersenyum melihat ulah mereka, setiap hari ada saja yang diributkan.

"Ayolah, teman-teman, kalian bisa mulai bersamaan!" Harry menengahi

"Bersamaan? Ide bagus!" George tersenyum,

"Pangeran Slytherin," kata Fred

"Kita ternyata," sambung George

"Telah dijodohkan! Hahahhaa" kata mereka bersamaan.

"Benarkah?" tanya Lavender yang di sebelah Ron.

"Pangeran Slytherin? Draco Malfoy dijodohkan?" tukas Ron

Fred dan George nyengir.

"Kurasa itu yang kami dengar,"

"Wao! Seorang Draco Malfoy dijodohkan! Tak dapat dipercaya," kata Harry

"Kurasa keluarganya ingin dia memiliki pacar yang layak pada akhirnya," kataku

"Kau benar Hermione, tapi tetap saja berita yang bagus!" jawab Seamus

"Tak penting!" kataku sambil berjalan ke kamar.

"Ada apa dengannya?" tanya Neville

"Entahlah!" jawab Ginny

Aku membanting tubuhku ke tempat tidurku. 'Ini tidak mungkin! Draco tidak mungkin dijodohkan!'

Airmataku mengalir deras, 'Inikah sebabnya dia berubah sejak minggu lalu?'

Aku hanya bisa bertanya dalam hati dan tak ada jawaban---



Episode 4 -::- Dilemaku - Putri Untuk Pangeran
(EGANDA XIAO HUA - tokoh murni karangan aku :p (yang sirik ke laut aja! hahaha))

Ternyata gosip perjodohan Sang Pangeran Slytherin sudah menyebar ke seluruh penghuni Hogwarts, bukan hanya itu, Draco Malfoy malah sudah dikatakan bertunangan! Aku tak sanggup berkata apapun. Semuanya belum pasti, tapi aku tak punya keberanian untuk menanyai hal ini langsung kepadanya. Aku bukan siapa-siapanya.

Siang ini begitu menyengat. Bukan hanya karena matahari yang tumben memancarkan kehangatan yang terasa, tapi karena siang itu semua yang ada di Great Hall sedang membicarakan gosip terhangat saat ini,

"Perjodohan Pangeran Slytherin!"

"Kau sudah dengar beritanya?"

"Draco Malfoy? Pewaris tunggal keluarga Malfoy dijodohkan?"

"Pastilah dengan si Parkinson itu!"

"Mungkin,"

"Hei, kakakku bilang Malfoy dijodohkan dengan seseorang dari Ravenclaw!"

"Murid Hogwarts?"

"Bukan Parkinson? Oh, Syukurlah!"

"Siapa?"

"Eganda Xiao Hua dari Ravenclaw,"

"Seperti apa dia?"

"Hua? Oh, Putri Hua? Gadis manis dan pintar dari Ravenclaw?"

"Tapi kurasa berita itu tak benar, aku tak pernah melihat Malfoy jalan dengannya!"



Huh!

Aku membanting buku yang kubawa ke meja Gryffindor.

"Ada apa, Hermione?" tanya Ginny yang duduk di sebelahku. Harry dan Ron juga menunggu jawaban.

"Apakah tak ada yang menarik selain gosip tentang Malfoy itu?" Aku bertanya dengan penuh kekesalan.

"Tenanglah, Hermione. Malfoy memang cukup populer." kata Harry sambil meneguk jus labunya.

"Lagipula, belum tentu hal itu adalah gosip, Hermione!" Ron menambahkan.

"Dan kenapa kau tampak kesal?" lanjut Ginny.

"A.. Aku.. Hei! Kalian jangan berbicara seperti itu! Aku tak bisa jawab semua begitu saja!" Aku menunduk, Harry menggeleng, sementara Ron dan Ginny melanjutkan makannya.

"Sepertinya kalian menikmati makanan itu,"

"Nick!" Aku, Harry, Ron dan Ginny kaget mendengar Nick Si Kepala Nyaris-Putus yang tiba-tiba sudah ada di sebelah Ron.

"Mau?" Ron menawarkan pancake-nya ke Nick. Aku dan Ginny memelototinya.

"Kau sungguh baik, Nak! Tapi Aku tak bisa meskipun ingin," suara hantu Gryffindor itu terdengar lesu.

"Oh, Ron tida bermaksud seperti itu, Sir. Nicholas!" kataku

"Tak apa, Ms. Granger. Kau baik- baik sekali,"

Aku tersipu mendengar pujian itu sementara Ron menunjukkan wajah yang tidak menyenangkan, dan tanpa pikir panjang aku menginjak kaki Ron.

"Ouch!"

"Kenapa Ron?"

"Ntahlah Ginny, sepertinya nyamuk disini besar-besar!" Ron menekankan kata nyamuk sambil meliriku. Aku berpura-pura tidak mendengar hal itu karena Nick sedang bercerita,

"Yah, kalau saja bukan karena Putri Ravenclaw itu menolongnya, mungkin dia sekarang sedang di bawah pengobatan madam Pomfrey.." kata Nick yang aku tak tahu awal ceritanya.

"Putri Ravenclaw?" tanya Ginny

"Yeah! Putri Hua! Eganda Xiao Hua," lanjut Nick

"Oh, bagus! Sekarang ada Putri Ravenclaw! Pasangan dari Pangeran Slytherin! Lalu? Siapa lagi? Putra Mahkota Hufflepuff?" Ron melucu

"Aku tak pernah dengar tentang dia kalau dia memang sehebat itu!" kata Harry

"Yah, kau hanya tau tentang Cho. Ya kan, Harry?" Ginny tampak sewot

Muka Harry merah padam dan Ron tertawa melihat tingkah mereka.

"Aku tau siapa gadis itu.." lanjut Ginny

"Kau kenal dia, Ginny?" tanyaku heran

"Yah, Cedric menceritakannya.." kata Ginny

"OO yaa, Cedric menceritakannya!" ulang Harry dengan nada dibuat buat. Ron semakin terbahak.

"Cedric menceritakannya dua minggu yang lalu, Eganda Xiao Hua atau dia lebih senang disapa Egand adalah teman akrab Cho," lanjut Ginny tanpa memperdulikan Harry dan Ron.

"Seperti apa dia?" pertanyaan ini begitu saja keluar dari mulutku- dan aku teringat salah satu orang yg kudengar tadi.

"Pintar, menarik, baik, dan cantik!" kata Nick

"Yah, seperti itu pula yang dikatakan Cedric kepadaku. Berambut keriting panjang bergelombang dan hitam kecoklatan, kulitnya eksotis namun indah bagi siapapun yang melihatnya. Putri dari Ciato Hua dan Xianta Hua, bangsawan penyihir terkenal,"

Ron tersedak, "Benarkah ada gadis seperti itu? Hei! Dia sempurna!"

"Kau benar, Ron. Dia juga berdarah murni-" aku menghela nafas panjang.

"Hei! Lihat! Dia ada disana!" seru Ginny

Aku langsung melihat ke arah meja Ravenclaw, ada rombongan gadis sedang bercengkrama disana. Namun tak susah bagiku untuk menemukan 'putri' itu melalui deskripsi Ginny, dia duduk di sebelah Cho dan Yah! Dia sempurna!

"Bloody Hell! Aku tak pernah melihat gadis seperti itu!" kata Harry setelah mata kami semua tidak lagi memandang meja Ravenclaw.

"Tapi pastilah dia mengenalku, aku kan seeker terhebat Hogwarts!"

Harry dan Ron tertawa.

"Jangan mulai deh!" kata Ginny

Mataku kembali menelusuri seluruh Great Hall dan berhenti di meja Slytherin. Aku melihat Draco Malfoy sedang melamun tapi matanya menuju meja Ravenclaw- ke Sang Putri!

"Ah, aku ada kelas setelah ini!"

Aku membereskan buku lalu bergerak ke kelas Mantra.



-----------



"Selamat Siang, anak-anak!"

"Siang, Professor!"

"Kita akan berlatih mantra LEVICORPUS-LIBERACORPUS! Carilah pasangan!"

Tok..Tok!

Terdengar seseorang mengetuk pintu lalu bunyi pintu dibuka.

"Maaf saya terlambat, Professor Flitwick!" sang Putri membungkuk

"Tak apa, Ms. Hua!" mata Prof. Flitwick mengelilingi kelas, "Kurasa kau harus berpasangan dengan Ms. Granger, hanya dia yang belum menemukan pasangan,"

Aku memandang sekeliling. Prof. Flitwick benar. hanya aku yang masih sendirian. Aku menghela nafas panjang.

"Iya, Sir!" kata Eganda

"Apa kau keberatan, Ms. Granger?" tanya Professor.

"Tidak! Tentu saja saya senang bisa berpasangan dengannya," Aku memberikan senyum ke Eganda lalu dia menghampiriku.

"Bagus! Sekarang anak-anak, baca buku di hadapan kalian sebelum memulai pelajaran ini!" kata Professor sambil berjalan.

"Hai, Hermione! Kita baru bertemu sekarang. Iya kan?"

Kata-katanya halus dan penuh sopan santun.

"Oh, iya, senang bertemu denganmu, Eganda,"

"Egand, panggil saja Egand,"

Aku mengangguk, "Oke, Egand!"

"Senang bertemu denganmu, Hermione. Draco banyak cerita tentangmu...."



Episode 5 -::- Dilemaku - Luka Di Tepi Hogsmeade

"Benarkah?"

"Ya, kepintaranmu, keberanianmu, pengabdianmu kepada Hogwarts dan... darahmu," Egand menambahkan dengan pelan.

"Oh," hatiku mencelos, itukah anggapan Draco Malfoy kepadaku? Ia masih membawa status darah dalam kehidupannya! Kenapa aku harus menyukainya? EH, ralat! Kenapa aku sempat menyukainya?

"Hermione?" panggil Eganda ketika ia sadar aku melamun.

"Er, jadi benar.." Aku hendak bertanya sesuatu.

"Apa?"

"Kau.. Kau tunangan Draco Malfoy?"

"Ah, iya. Mom dan Dad sudah lama kenal dengan orangtuanya Draco, dan aku juga senang bisa bertemu Draco. Dia hebat! Iya kan?"

"Eh? Hm, mungkin.. begitulah," kataku belepotan

Eganda tersenyum, "Aku baru pertama kali merasakan jatuh cinta, Hermione,"

Jam demi jam terlewati, dan pelajaran Mantra-pun selesai.

"Pelajaran hari ini cukup, Anak-anak! Selamat menikmati akhir pekan," kata Professor Flitwick sambil tersenyum.

"Aku senang bisa berkerjasama denganmu, Hermione Granger!" Eganda menawarkan untuk berjabat-tangan, senyum manis tersungging memperlihatkan lesung pipinya.

"Iya, Egand," aku juga tersenyum.

"Met weekend!" kata Eganda sambil berjalan bersama rombongan Ravenclawnya.



~~~~

Aku bangun seperti biasa, meskipun hari ini hari Minggu, aku tak ingin melewatkan indahnya matahari pagi yang melewati jendela kaca kamar perempuan.

Aku bergerak ke ruang rekreasi,

"Hei Hermione!" Neville menyapaku

"Hei Neville!"

"Apakah kau mau makan di Aula Besar, Hermione. Aku baru akan kesana, kau mau bareng?"

"Oh, tentu Neville. Em, apakah Harry dan Ron sudah bangun?"

"Sudah, kamar laki-laki kosong. Pasti mereka ingin cepat-cepat ke Hogsmeade,"

Hogsmeade? Oh, aku lupa! Hari ini boleh ke Hogsmeade, tapi, aku sudah bilang ke Cormac kalau tak akan kesana. Ah! Masa bodoh dengannya!



"Pagi Harry, Ron, Ginny, Fred, George, Seamus," Neville menyapa siapapun yang ada di meja makan Gryffindor sementara aku hanya tersenyum. Aku duduk di sebelah Ron dan berhadapan dengan Harry.

"Ayo kita makan dengan cepat!" Ron bersemangat.

Aku mengambil roti dan memasukkannya ke mulutku, mengunyahnya perlahan.

"Minggu yang cerah di Hogsmeade, aku tak sabar," Harry ikut bicara.

"Ya, ya, cocok untuk refreshing setelah kepenatan seminggu ini! Apalagi kau, Hermione!"

Aku melotot ke Ron, "Kau saja yang menganggap semua pelajaran ini sulit!"

Harry dan Ginny tertawa.

"Sedang senang rupanya, eh?"

"Pagi Fred-George!" sapa Ginny

Fred dan George duduk di sebelahku.

"Kalian ke Hogsmeade?"

"Hentu Hajah!" kata Ron dengan mulut yang penuh makanan.

"Habiskan dulu makananmu sebelum bicara, Ron!" aku menasehatinya.

"Kalian berdua?" tanya Harry ke Fred dan George

"Tentu! Kami akan melihat pasangan terheboh minggu ini!" kata George

"Ya, ya, kencan pertama PANGERAN dan PUTRI!"

"Apaa?" Aku tersedak

"Habiskan dulu makananmu sebelum bicara, Hermione!" Ron mengulangi kata-kataku tadi. Aku pura-pura tidak mendengarnya.

"Pangeran Slytherin dan Putri Ravenclaw?" tanya Ginny

Kedua kembar Weasley itu tersenyum.

"Darimana kalian dapat gosip seperti itu?"

"Oh, Harry, kami kan reporter yang hebat dan cepat!" jawab Fred

"Gantikan saja Rita Skeeter kalau begitu!" sambut Ron

"KAU GILA!" kata Fred dan George bersamaan sambil menjitak kepala adiknya itu.

Kami semua tertawa melihat muka merah Ron-- Pagi yang hangat!



"Kita mau kemana?" tanyaku ke Ginny, Harry dan Ron. Tapi Ron yang menjawab,

"Three Broomstick! Ayooo!"

Kami memilih tempat duduk yang bagus di Three Broomstick, yang dapat melihat seluruh bagian tempat minum itu.

"Aku mau ke toilet," pamitku. Aku merasa rambutku berantakan ditiup angin.

Ketika aku berjalan ke toilet, aku melihat Eganda dan Draco berjalan keluar dari Three Broomstick. Mengikuti kata hatiku, aku berjalan di belakang mereka. Aku berjalan mengendap-endap mengikuti mereka. Mereka berhenti di bagian samping Shrieking Shack- tempat dulu Aku, Harry, dan Ron sempat mengerjai dirinya dan genk Slytherinnya. Kenapa Draco mengajak Eganda kesini?

"Gand," Draco mulai berbicara. Aku mendekat untuk mendengar apa yang mereka bicarakan, hingga posisiku sekarang sedang bersembunyi di balik semak-semak.

"Kenapa, Draco?"

Aku menajamkan pendengaranku, tapi aku tidak mendengar jawaban Draco. Aku mendengar desing lebah semakin kuat. Aku menengok mencari lebah itu, tapi tampaknya lebah itu telah menemukan landasan pacu yang salah. Ia punggung tanganku.

"Ouch!" aku berteriak dan langsung mengutuk diriku sendiri.

Bodoh!

"Siapa disitu?" tanya Eganda

Eganda dan Draco bergerak ke arah tempat persembunyianku.

"Granger? Sedang apa kau disini?" Malfoy heran sekaligus marah

"Aku mencari lebah," jawabku asal

"Hermione, tanganmu!" Eganda merasa kasihan melihatku, "Akan kuambilkan ramuan penyembuhnya, tadi ada temanku yang membawanya. Tunggu disini!" Eganda berlari hingga akhirnya menghilang. Meniggalkanku bersama Draco.

"Katakan apa yang kau inginkan!" Draco tampaknya tak puas dengan jawabanku tadi

"Eh?"

"Kenapa kau mengikuti kami?"

"Siapa yang--"

"Siapapun tau kalau kau mengikutiku, Granger!"

Aku tidak menjawab.

"Kenapa?" tanya Draco lagi.

Tapi aku tak punya jawaban, aku tak mengerti kenapa aku mengikuti mereka.

"Aku.. tidak tau,"

"Jawaban apa itu? Tak masuk akal!"

"Kenapa kau marah padaku?" tanyaku

"Karena kau membuntutiku!" jawab Draco pedas, "Kau merusak acaraku!"

Aku tak dapat menahan airmataku, teganya ia berkata seperti itu.

"Kau.. menangis?"

Aku segera bangkit dan berlari meninggalkan Draco, Aku membencinya! Hatiku terasa panas, bahkan lebih panas dari sengatan lebah di tanganku--

Seseorang mengukir luka di hatiku, luka dari DRACO MALFOY!



Episode 6 -::- Dilemaku - Hermione Dan Perasaannya

"Hermione, kau lama sekali, kami sudah memesankanmu butterbeer,"

kata Ron sambil melihatku kembali duduk. Ia tak menyadari jika aku sempat keluar dari Three Broomstick.

"Ah, yaa.. Maaf!"

"Hei, tanganmu kenapa?" tanya Harry ketika melihat punggung tanganku yang bengkak

"Seperti disengat lebah.." sambung Ginny

"Jangan melucu, Ginny. Di toilet tak ada lebah, ya kan, Hermione?" lanjut Ron

"Er-- seseorang salah menggunakan mantar tadi," aku mencoba menjelaskan sebisaku. Tampaknya mereka percaya saja karena tidak mengungkit pembicaraan ini lagi.

"Halo semua!" sapa dua orang yang suaranya sudah sangat kukenal.

"Hei, Fred-- George--" balasku, Ginny dan Harry hanya tersenyum

"Hari yang indah, bukan?" tanya George

"HEI!! itu milikku!" teriak Ron, ternyata Fred telah meminum butterbeer-nya.

"Aku hanya memintanya, adikku!" Fred nyengir

"Huhh~" Ron merengut

"Apakah kalian melihat sepasang putri dan pangeran itu?" Harry bertanya dan aku tersedak.

"Tidak!" jawab Fred dan George bersamaan, mereka tampak kecewa.

"Hanya Ced dan Cho," kata George

"Juga Cormac!" lanjut Fred, aku tersedak lagi.

"Cormac?" tanyaku

"Ya, dia baru saja keluar dari sini. Wajahnya tampak murung dan marah, kenapa?"

"Ah!" Hatiku melengos, aku lupa bilang padanya, "Aku lupa kalau dia mengajakku ke Hogsmeade bersamanya, tapi waktu itu aku bilang takkan datang kesini," Aku menutup mukaku dengan tangan. Merasa malu.

"Hahaha, aku ingin lihat wajah Cormac!" Ron tertawa

"Diam, Ron!" aku meneriakinya

"Ayo balik ke kastil!" ajak Harry



~~~

"Aku ingin tidur siang!" kata Ron. Dia dan Harry segera naik ke kamar laki-laki. Fred dan George tidak ada di ruang rekreasi, entah apa yang mereka lakukan sekarang. Ginny duduk di sofa depan perapian. Aku duduk disebelahnya, menghela napas,

"Dilema, Hermione?" Aku menengok ke arah Ginny

"Maksudmu?"

"Aku tahu kau punya rasa terhadap Malfoy,"

"A, Apa? Jangan ngaco!" aku geregetan dan melempar pandangan ke perapian

Ginny melihat ke arahku, "Aku melihat kau tadi keluar dari Three Broomstick,"

Aku hanya bisa mengangguk.

"Kau mengejar Eganda dengan Draco, benar?"

Aku mengangguk lagi

"Kau menyukai Draco?"

Aku menggeleng

"Benarkah?"

"Entahlah, Ginny. Aku sendiri bingung!"

"Sejak kapan?"

"Eh? Aku tak tahu,"

"Bagaimana dengan Ron?"

"Apa?"

"Kurasa kau ada rasa dengannya,"

Aku terdiam sejenak, "Kurasa tidak,"

"Karena Draco?"

"Aku tak tahu, Ginny!" Aku bergerak ke kamar, meninggalkan Ginny sendirian.

"Kau harus tahu isi hatimu," kata Ginny tapi aku tak menjawabnya dan terus bejalan ke kamar.



~~~

Aku berbaring di ranjangku. Aku gelisah, tak bisa tidur padahal aku sangat lelah dengan kejadian semua ini.

"Draco---" aku berbisik

Seseorang membuka pintu,

"Kau tidur?"

"Tidak, Ginny. Kenapa?" Aku duduk di tempat tidur

"Seseorang mencarimu di depan lukisan Nyonya Gemuk,"

"Siapa?" aku takut kalau orang itu adalah Cormac

"Eganda Xiao Hua dari Ravenclaw,"

Aku bangkit dan mengucir rambutku yang berantakan,

"Thanks, Ginny,"

Ginny tersenyum, "Kau mau menceritakan semuanya nanti?"

Aku balas tersenyum, "Pasti, tapi tidak sekarang.."



~~~

"Egand?"

"Hermione, tanganmu sudah tak apa? Aku membawakan obatnya!"

"Tidak perlu!"

"Kenapa? Tadi aku meyuruhmu menungguku kan? Tapi ketika aku balik kau sudah tak ada,"

"Aku tak harus ada disana, kan?"

"Apakah Draco mengatakan sesuatu kepadamu sehingga kau marah?"

"Aku tidak marah!!"

Eganda terdiam,

"Kurasa kau harus kembali ke asramamu. Aku lelah--"

Eganda mengangguk, "Maaf jika mengganggumu, daah!"

Aku berbalik dan mengucapkan kata kunci ke lukisan Nyonya Gemuk

"Kau galak!" kata Nyonya Gemuk

"Benarkah?" Aku tak sadar jika aku tadi marah-marah ke Eganda dan sekarang aku menyesal. Kenapa aku marah? Draco kah? Aku tambah pusing sekarang--

Dilemaku? Urgh!



Episode 7 -::- Dilemaku - Awal Bagi Akhir (ending)

Hermione,

"Aku ternyata memang mencintai Draco, tapi itu dulu! Sudah bertahun - tahun lalu lamanya. Dan-- saat ini dan masa depanku hanya Ron. Ya! Dia yang kini mengisi hatiku, menemaniku melewati hari, menggantikan Draco. Aku tak menyesal telah mencintai Draco, dia telah cukup mengisi hariku walaupun dengan dilema.. Kenyataan bahwa Draco-pun sudah memiliki istri dan anak tidak terlalu menggangguku lagi. Sepenuhnya aku mencintai Ron, aku dan Ron juga telah memiliki Rose dan Hugo. Betapa senangnya aku sekarang! Aku mencintai orang yang mencintaiku.. Aku tidak membenci Eganda walaupun dia pernah menjadi penghalang cintaku. Tapi dia tidak salah. Dia orang yang baik. Dia pantas untuk Draco. Aku menyesal ketika mendengar mereka memutuskan pertunangan itu. Eganda tidak menceritakan apapun tentang kejadian itu. Memang sempat aku mendengar bahwa Eganda-lah yang memutuskan pertunangan itu, tapi tetap tidak ada tanggapan apapun dari kedua belah pihak. Draco juga sekarang bersikap baik kepadaku, Harry dan Ron setelah pertempuran Hogwarts. Dia menemukan jati dirinya,"



Draco,

"Astoria dan Scorpius adalah hidupku sekarang. Aku memang lelaki yang hina dan tidak berharga! Hanya bisa membuat orang yang mencintaiku merasakan kepedihan yang amat sangat. Aku amat bersyukur, Hermione dan Eganda telah bahagia dengan yang lain,"



Eganda,

"Mungkin inilah yang selalu akan aku rahasiakan, penyebab retaknya hubungan pertunanganku dengan Draco. Hermione pernah menanyaiku soal ini. Tapi aku tak pernah menjawabnya. Biarkan hanya aku yang tahu. Hal ini akan selalu aku rahasiakan, tak seorangpun tahu tak terkecuali, Justin Bieber, suamiku. Sejak putusnya aku dengan Draco, aku berjalan-jalan ke Canada dan disanalah aku menemukan belahan jiwaku. Muggle memang, tapi aku mencintainya seperti ia mencintaiku.."



Ginny,

"Hermione sudah bahagia sekarang. Ia telah menceritakan semuanya kepadaku dan aku tak senang melihatnya depresi begitu berat karena Draco! Namun semuanya sudah lewat, aku beruntung memiliki kakak ipar sepertinya,"



Ron,

"Aku mencintai Hermione dan tak akan pernah berubah!"



Harry,

"Kami semua keluarga besar, Eganda bahkan juga Draco.. Merekalah yang telah membantuku membasmi Voldemort. Semua akhir kini jadi awal yang indah.."



~~~~~~~~~~~~~~



"Mom!" Hugo berlari ke arahku bersama Lily.

"Ya, Nak?"

"Kami ingin melihat toko milik paman George!" kata Lily, matanya bersinar-sinar.

Ginny yang ada disampingku hanya tersenyum.

"Ah ya, setelah Hogwarts Express yang mengantar kakakmu berangkat," aku membelai kepala Lily dan Hugo.

Aku melempar pandangan ke Hogwarts Express di depanku, sebentar lagi akan berangkat. Tiba-tiba Ron berteriak dan aku melihat ke arah mana dia sedang melihat.

Sosok 3 orang terlihat di balik asap. Draco-- Dia mengangguk dan aku balas tersenyum, ia sama bahagianya denganku sekarang, mengantarkan sana anak menuju sekolah sihir paling hebat.

"Aku ingin melihat Eganda yang sekarang," Harry berkata

Aku, Ginny dan Ron memandangnya.

"Hei! Kenapa kalian melihatku seperti itu?" Harry gelagapan

"Kau kangen, yeah?" Ginny berbicara, tangannya bersedekap tapi aku tahu dia tidak serius.

"Kurasa dia sedang berjalan - jalan bersama suaminya yang penyanyi muggle itu, apa bagusnya muggle?" celetuk Ron

Aku memelototi Ron, ingin rasanya aku injak kakinya tapi tidak baik dihadapan anak dan keponakanku.

"Mertuamu muggle tau!"

Muka Ron memerah, Ginny dan Harry tertawa. Sementara Lily dan Hugo sibuk berbicara, mereka mengamati Hogwarts Express dengan seksama. Aku rasa mereka ingin mempercepat jalannya waktu. Mereka ingin pula seperti kakak-kakak mereka yang telah lebih dulu merasakan duduk di kompartemen Hogwarts Express.

Suara peluit dari Hogwarts Express terdengar. Kereta sihir itu mulai berjalan pelan-pelan hingga akhirnya hilang, tanpa sadar aku menitikkan air mata dan tiba - tiba Ron merangkulku.

"Ayo, Mum!" eh? Hugo menarik-narik tanganku.

"Ayo!" kata Ginny

"Apakah George masih akan memberiku barang gratis?" Harry tertawa

"Jangan gila, sobat! Aku lah yang dapat gratisan," kata Ron sambil memukul pundak Harry

Semuanya tertawa lagi,

"Hari yang indah," aku berdesis

============
hope you like it!!

James Potter And His Magically World - 1

DISCLAIMER :: semuanya milik Bundah Rowling!! Egand hanya minjem!!

Suasana Aula Besar pagi ini seperti biasanya, ramai. Murid-murid duduk di meja panjang asramanya masing-masing. Mereka makan, membaca Daily Prophet, atau bersenda gurau dengan teman-temannya.

"James, kau harus mencoba jebakan-permen-pedas ini untuk Malfoy!" ucap Sirius sambil menggoyang-goyangkan kantung yg dibawanya di hadapan James. James tampak bersemangat,

"Coba kulihat!" James mengambil kantung itu dari tangan Sirius, Sirius memasang muka berharap rencananya diterima.

James mengeluarkan sebutir permen bundar berwarna merah, memperhatikannya dengan seksama, lalu kembali menghadap Sirius di sebelahnya, "Tidakkah kau berpikir ini terlalu mencolok, Sirius?" Peter tertawa terbahak-bahak di tempat duduknya. Ia memukul - mukul meja dengan genggaman tangannya.

"Diamlah, Wormtail! Kau membuat meja kita berantakan!" bentak Remus.

Peter langsung diam dan mengeluarkan kata-kata tak terdengar, kau-yang-diam-serigala!

James menggeleng-gelengkan kepalanya, Sirius berbicara lagi, "Kau patut mencobanya, Prongs!"

"Aku?"

"Iya," Sirius mengiyakan diikuti anggukan Remus dan Peter.

James memperhatikan lagi permen-pedas yang ada di tangannya lagi dan pelan-pelan mendekatkan permen itu ke mulutnya. James menggigit bagian kecil permen itu,

Mukanya memerah, James tampak sangat kepedasan! Dia mengambil jus labu miliknya dengan cepat, merasa kurang, ia mengambil jus labu milik Sirius juga.

Peter, Remus, dan Sirius mentertawakan sikap James. James hanya memandang kesal mereka..



-----



"Mereka berisik!" ucap Lily sambil memandang keempat pembuat onar Hogwarts itu

"Yah! Itulah mereka, Lily!" jawab seorang gadis yang duduk di sebelah Lily

"Aku tak suka sikap mereka, apalagi si James, dia terlalu sok!"

"Jangan bicara seperti itu, benci bisa jadi cinta!"

"Tak akan!" Lily bersungguh-sungguh, ia memandang James sekarang, cowok yang tingginya biasa saja, rambutnya berantakan, kacamatanya miring, dan sikapnya yang menyebalkan itu. Lily bergidik, tak ada satupun dari sifat James yang disukainya.

"Lily?" Snape berbicara di belakang Lily

"Hai, Sev!" Lily terkejut karena Snape membuyarkan lamunannya.

"Setelah ini kau ada pelajaran Ramuan, kan? Ayo kita barengan!"

"Oh, ayo!" Lily bangkit dari tempat duduknya dan berjalan bersebelahan dengan Snape keluar dari Aula Besar.



-----



"Hei, Prongs!" kata Peter

"Apa?" tanya James

"Lily Evans! Bersama......... " balas Peter sambil menunjuk ke pintu Aula

James, Sirius, dan Remus melihat ke arah yg ditunjuk Peter.

"Snivellus," mereka berempat berkata serempak.

Setelah Lily dan Snape menghilang dari pandangan mereka, James tampak kesal.

"Si Rambut berminyak itu--" desis James

"Prongs!" celetuk Sirius

"Kau berpikir hal yang sama, Padfoot?" tanya James

"Kalian mau apa?" Remus tampak cemas

"Jangan khawatir, Moony! Kau tau kan kita pembuat onar nomor satu Hogwarts?!" tanya Peter

"Tentu, tapi, jangan berlebihan!"

"Kita hanya akan buatnya jera, ya kan, Prongs?" Sirius mencari teman, James mengangguk.

"Oke, aku ikut!" Remus menyerah, yah, dia memang berteman dengan pembuat onar, dan dia bangga.

"Kapan?" tanya Peter

"Ketika aku menikah dengan Lily! Ya sekarang, Wormtail!" jelas James

Sirius dan Remus tersenyum,